Prolog

Sebagian dari mereka memanggilku Nadia. Sebagian lagi Dea. Berawal dari sebuah kebosanan pada manual diary, aku menghijrahkan keluh kesahku pada media ini. Tentu saja tidak serta merta aku sendiri yang berinisiatif. Mengais dollarpun tak luput dari perhatianku, hingga sesuatu yang lain menarik perhatianku. Lalu aku hiatus dari peperangan rejeki itu semenjak menyandang status mahasiswa. Kini yang tersisa hanyalah cerita, tentang tetesan keringat, getaran emosi, sentuhan cinta dan warna warni peristiwa sehari-hari. Aku tau, bukan tulisan jika tanpa resiko. Tak sedikit kritikan maupun kecaman menghampiriku. Namun, aku tak gentar. Semua itu aku jadikan evaluasi hingga mendapati arti. Terlepas dari semua unek-unek yang membuncah, inilah aku, yang merasa terharu ketika dianggap sahabat. Perantauanku di kota besar ini kujadikan pelecut. Bagaimana aku sebagai manusia harus berlaku sebagai manusia, dan sebagai wanita harus berlaku sebagaimana mestinya seorang wanita. Ini bukan inginku, bukan tujuanku. Aku tau, jalan selalu menikung, berkerikil, berpasir, berlubang dan bergelombang. Dan Dia, menaruhku disitu. Maka aku akan mengikutinya sembari mencari alasan. Maka pula, inilah yang aku lakukan sekarang.